Dua dekade sejak perilisannya, Battlefield 2 tetap dikenang sebagai salah satu game FPS klasik yang paling berkesan. Di tahun 2025 ini, aku memainkannya kembali melalui versi orisinal yang dilanjutkan dan dirawat oleh komunitas—bukan lewat rilis resmi berbayar, karena sudah tidak tersedia lagi. Namun muncul satu pertanyaan: apakah game ini masih mampu menghadirkan pengalaman bermain yang menyenangkan?
Review Battlefield 2 Versi Narasi
Tonton ulasan dalam format video di bawah ini, atau klik di sini jika kamu lebih suka menonton daripada membaca.
Gameplay Battlefield 2
Kembali ke Medan Tempur Nostalgia
Sebagai pemain lama yang terakhir kali menyentuh Battlefield 2 pada 2010, kembali ke game ini di 2025 terasa seperti membuka kotak penuh kenangan. Gameplay-nya masih mempertahankan ciri khas pertempuran berskala besar, lengkap dengan kendaraan tempur, beragam kelas karakter, dan nuansa taktis yang kental.
Kali ini aku bermain dalam mode single player, karena server resmi online sudah lama tidak aktif. Meski begitu, masih ada komunitas setia yang terus merawat dan menjaga game ini agar tetap bisa dinikmati secara offline.
Gameplay yang Lambat Tapi Intens
Secara pacing, Battlefield 2 cenderung berjalan lambat. Namun, begitu pertempuran pecah di titik-titik panas, intensitasnya bisa melonjak drastis. Role favoritku adalah Medic dan Engineer—dua kelas yang memungkinkan kontribusi besar, baik di garis depan maupun di lini belakang.Sayangnya, AI musuh maupun rekan satu tim terasa terlalu bodoh. Bahkan setelah melakukan modifikasi file agar bisa bermain di map berukuran besar, performa AI tetap tidak dapat diandalkan. Di samping itu, akurasi senjata sering terasa terlalu acak, sehingga pengalaman bermain menjadi kurang konsisten.
Visual Jadul, Tapi Masih Ada Daya Tarik
Untuk standar 2025, visual game ini jelas sudah sangat ketinggalan zaman. Battlefield 2 memang game lama, jadi ekspektasi grafis tinggi sudah tidak relevan. Meski begitu, animasi kendaraan, ledakan, dan efek visual pertempuran masih cukup mengesankan dalam batas wajar, terutama bagi pemain yang menghargai nilai historisnya.
Dengan sedikit mod atau tweak dari komunitas, kamu bahkan bisa memperbesar ukuran map dan menaikkan jumlah bot hingga 128—yang tentu menjadi nilai tambah tersendiri. Secara teknis, jumlah bot masih bisa ditambah lebih jauh, meski pada titik tertentu game berisiko mengalami crash dalam kondisi tertentu. Namun, fakta bahwa hal ini tetap memungkinkan menjadi daya tarik unik bagi sebagian pemain.
Audio yang Campur Aduk
Efek suara seperti tembakan dan ledakan masih terdengar cukup baik, namun suara langkah kaki terasa terlalu datar dan kurang variatif. Musik latar di menu utama menghadirkan nuansa old-school yang memicu rasa nostalgia, tetapi pengisi suara dalam permainan terdengar kaku dan tidak bernyawa—lebih menyerupai robot daripada prajurit yang sedang bertempur di medan perang.
Sisa-sisa Sistem yang Masih Relevan
Meskipun tidak dipenuhi fitur-fitur modern, beberapa elemen seperti serangan artileri masih terasa relevan, karena terus digunakan dan disempurnakan dalam seri Battlefield yang lebih baru. Namun, sistem progression, perlengkapan, dan antarmukanya jelas memperlihatkan usia game ini. Saya hanya menggunakan patch komunitas untuk menjalankannya, tanpa modifikasi besar, dan sayangnya hal itu tidak cukup untuk membuat pengalaman bermain terasa benar-benar segar.
Multiplayer yang Sudah Mati
Karena server resminya sudah tidak aktif, aku kini hanya bermain secara offline. Meskipun kabarnya ada server alternatif yang dikelola komunitas, aku tidak pernah mencobanya. Bisa dibilang, aspek multipemain dari game ini sudah berada di titik usang. Hanya tersisa komunitas kecil yang berdedikasi dan masih bertahan aktif.
Kesimpulan
Battlefield 2 adalah salah satu tonggak bersejarah dalam dunia game FPS. Namun, di tahun 2025, game ini lebih tepat dinikmati sebagai ajang nostalgia sesaat. Jika kamu menginginkan pengalaman FPS yang modern dan mutakhir, masih banyak judul lain yang jauh lebih relevan untuk dimainkan.





