Clair Obscur: Expedition 33 adalah salah satu game paling mengejutkan yang aku mainkan tahun ini. Pada awalnya, aku sama sekali tidak menaruh ekspektasi tinggi. Harganya tidak setinggi game AAA, dan namanya pun belum sepopuler judul-judul besar lainnya. Namun begitu aku memulai prolognya, semuanya langsung berubah.Prolog game ini dibuka dengan cara yang sangat kuat, bukan hanya dari segi visual, tetapi juga emosi. Aku tidak menyangka akan terbawa suasana secepat itu. Bahkan bisa dibilang—aku benar-benar tersentuh.
Peringatan: ulasan ini mengandung sedikit spoiler cerita.
Review Narasi Clair Obscur: Expedition 33
Versi ulasan dalam bentuk narasi video dapat Anda tonton pada tautan di bawah. Pembahasannya cukup mendalam, meski tidak sedetail artikel tertulis ini. Video disajikan dalam bahasa Indonesia. Klik di sini untuk mengunjungi channel tersebut.
Gameplay Clair Obscur: Expedition 33
Cerita yang Emosional dan Penuh Lapisan
Game Clair Obscur: Expedition 33 menyajikan kisah dengan ritme yang terasa pas. Meski sesekali tempo melambat ketika pemain harus menjelajahi area atau berkeliling terlalu jauh, alur cerita utamanya tetap mengalir dengan kecepatan yang ideal.
Salah satu aspek paling mengejutkan dari narasinya adalah cara gim ini memperkenalkan dan mengembangkan para karakternya. Gustave, misalnya, pada awalnya tampak seperti tokoh utama—namun ternyata bukan. Di sisi lain, Verso hadir sebagai karakter yang kompleks, yang tak ragu berbohong demi mencapai tujuannya, dan justru hal itu yang membuatnya terasa begitu menarik.
Di balik dunia kanvas yang memesona ini, tersimpan sebuah pesan yang mendalam. Tema utama Clair Obscur bukan sekadar kisah petualangan fantasi, melainkan tentang hubungan keluarga—khususnya perjuangan orang tua dalam membahagiakan anak-anak mereka dengan cara masing-masing.Ayah dan ibu Maëlle memiliki cara pandang yang bertolak belakang dalam menghadapi kenyataan, dan perbedaan inilah yang menjadi inti konflik emosional dalam cerita. Pesan moral yang aku tangkap: seberapa pun pahitnya, menghadapi kenyataan adalah pilihan yang lebih bijak daripada terus bersembunyi dalam kenyamanan dunia ilusi.
Dua Ending, Satu Pilihan Realistis
Aku sudah menamatkan kedua ending yang tersedia di Clair Obscur: Expedition 33, dan bagi aku, ending Verso adalah pilihan utama—dan yang paling masuk akal. Ending ini menggambarkan pergulatan untuk menerima kenyataan bahwa dunia Clair Obscur hanyalah rekonstruksi dari ingatan dan rasa bersalah seorang ibu.Verso berusaha membuka mata Maelle bahwa mempertahankan dunia palsu bukanlah pilihan yang benar. Ada konsekuensi nyata di dunia nyata, dan mengorbankan kebenaran demi sebuah ilusi tidak bisa dibenarkan.Ending ini terasa jauh lebih menyentuh karena menghadirkan kesadaran pahit yang dibalut dengan nuansa dramatis, sekaligus memaksa pemain untuk merenungkan makna menerima kenyataan, sekeras apa pun itu.
Sementara itu, ending Maelle terasa seperti pilihan akhir yang tidak realistis. Dunia Canvas memang kembali seperti semula, tetapi semuanya hanyalah ilusi, dipenuhi jiwa-jiwa tiruan yang tidak benar-benar hidup. Maelle tampak bahagia di permukaan, padahal sesungguhnya tidak demikian.Hal serupa juga dialami Verso, versi duplikat dari dunia Canvas yang dihidupkan kembali berkat keabadian yang diberikan ibunya. Karena gagal mengalahkan Maelle dalam pertarungan terakhir, ia terpaksa menjalani “kehidupan baru” yang justru dipenuhi ketidakbahagiaan dan tekanan di bawah kendali Maelle.Akhir cerita ini pada akhirnya membentuk suasana muram yang sarat kepahitan, meskipun sesekali dibalut dengan sentuhan manis yang tipis dan semu.
Visual yang Menipu Harga
Jika hanya menilai dari tampilan luar, Clair Obscur: Expedition 33 tampak seperti game beranggaran besar. Desain dunianya benar-benar unik, dengan gaya seni yang membuat lingkungan terasa hidup sekaligus surealis. Bahkan cutscene yang ditampilkan memiliki kualitas sinematik yang membuat banyak game AAA terlihat setengah hati. Untuk sebuah game dari studio baru, capaian visual ini sungguh mengesankan.
Adegan-adegan sinematik dalam game ini memiliki tingkat detail dan kedalaman emosi yang jarang ditemukan pada judul lain di kelasnya. Aku sama sekali tidak menyangka, dengan harga 499 ribu rupiah, game ini mampu menyuguhkan kualitas setinggi itu. Jika menilai dari aspek visual dan narasi saja, rasanya game ini sudah layak disandingkan dengan produksi film layar lebar berskala besar.
Sistem Pertarungan: Turn-Based yang Jadi Hambatan
Sayangnya, aspek pertarungan justru menjadi titik terlemah. Ini memang sepenuhnya opini pribadi dan tak masuk dalam nilai secara objektif aku, tetapi sebagai pemain yang lebih menyukai sistem real-time, pertarungan turn-based—bahkan dengan berbagai improvisasi dan mekanik unik—tetap terasa membosankan. Untuk bagian ini, aku hanya bisa memberi nilai 3 dari 10. Setiap kali masuk ke mode pertarungan musuh biasa, rasanya ingin segera menyelesaikannya secepat mungkin agar bisa lanjut menikmati adegan sinematik dan cerita berikutnya.
Padahal, sistem ini sebenarnya cukup unik dari segi desain. Setiap karakter dibekali keahlian dan mekanisme khas yang membedakan satu sama lain. Lune, misalnya, mengusung sistem elemen yang saling berinteraksi, sementara Verso bertumpu pada mekanik yang semakin menguat seiring lamanya ia tidak menerima serangan.Di sisi lain, tersedia pula mekanik dodge, parry, hingga jump yang semuanya menuntut timing sangat presisi. Sayangnya, meski konsepnya terdengar menjanjikan di atas kertas, eksekusinya terasa lamban dan justru meredam ketegangan yang telah dibangun oleh jalan ceritanya. Akibatnya, bagian pertempuran dalam game ini dengan cepat terasa monoton dan membosankan.
Variasi musuh juga terasa kurang. Di beberapa bagian, aku terus-menerus berhadapan dengan tipe musuh yang sama, terutama saat harus melakukan grinding. Eksplorasi dunia pada awalnya pun tidak terlalu menggugah rasa ingin tahu.Namun, semuanya berubah ketika akhirnya Esquie—makhluk tunggangan dalam game ini—mampu terbang. Awalnya, aku mengira Esquie hanya bisa berlari cepat dan berenang. Menjelang akhir cerita, tiba-tiba muncul notifikasi yang menyatakan bahwa ia kini dapat terbang. Momen itu benar-benar membekas dan kembali menghidupkan rasa penasaran dalam mengeksplorasi dunia game.
Audio dan Musik yang Menyatu dengan Cerita
Voice acting dalam Clair Obscur: Expedition 33 terdengar sangat natural dan benar-benar menghidupkan setiap karakter. Musik latarnya berpadu mulus dengan alur cerita, sehingga tidak pernah terasa menempel begitu saja. Setiap nada, setiap efek suara, seolah ditempatkan dengan sengaja untuk membangun atmosfer emosional yang kuat.Bahkan di momen-momen ketika tidak banyak yang terjadi di layar, musiknya tetap menghadirkan rasa dan menjaga keterlibatan. Dalam banyak adegan, lantunan puisi yang terjalin di dalam musik—yang menggambarkan karakter maupun dunia—terasa begitu mendalam dan memberi lapisan makna tambahan yang sangat mendukung keseluruhan pengalaman.
Performa Teknis: Stabil Tapi Butuh Optimasi
Aku memainkan game ini dengan spesifikasi tinggi. Saat tidak melakukan perekaman atau live streaming, performa game terasa sangat stabil. Namun, begitu proses perekaman dimulai, penggunaan CPU meningkat drastis, terutama ketika terjadi pertarungan besar atau muncul banyak efek visual yang intens. Akibatnya, rekaman video mengalami stuttering, meskipun gameplay di layar tetap berjalan dengan lancar.
Aku juga mengalami beberapa bug kecil, terutama pada sistem peningkatan karakter. Poin yang tersedia terkadang tidak bisa digunakan sepenuhnya. Namun, kemungkinan besar hal ini terjadi karena aku tanpa sengaja mengaktifkan cheat atau trainer yang memengaruhi perolehan EXP.Selain itu, ada juga bug terkait resolusi saat mencoba menggunakan DSR untuk 1440p ke atas.
Namun, dari segi waktu pemuatan dan stabilitas secara umum, semuanya berjalan dengan baik. Game ini dapat dimuat dengan sangat cepat berkat penggunaan SSD NVMe, dan penurunan frame hanya sesekali terjadi, itu pun biasanya saat cutscene penting setelah pertarungan dengan efek visual yang cukup intens.
Kesimpulan: PRPG yang Layak Dikenal Lebih Luas
Clair Obscur: Expedition 33 bukanlah JRPG—game ini jelas lebih dekat ke PRPG (FRPG), atau “French/Prancis RPG”, karena budaya Paris benar-benar tertanam dalam DNA-nya.Untuk gamer yang menyukai kisah emosional, dunia fantasi memukau, dan tidak keberatan dengan sistem turn-based, game ini sangat layak dimainkan. Namun, jika kamu tipe pemain yang mudah jenuh dengan sistem pertarungan yang cenderung lambat hingga merasa akan berhenti di tengah jalan, sebaiknya pertimbangkan kembali sebelum membelinya.
Clair Obscur: Expedition 33 menghadirkan perpaduan antara visual yang memukau dan narasi yang menyentuh. Kelemahannya terletak pada gameplay yang mungkin tidak cocok untuk semua jenis pemain. Namun, jika kamu bisa menerima hal tersebut, petualangan di dunia kanvas ini bisa menjadi pengalaman yang benar-benar tak terlupakan.






